Kamis, 17 Februari 2011

DONGENG TORAJA


Dongeng Bulu Palak
Bulu Palak dua bersaudara, kakaknya bernama Pangimburuan. Pangiburuan dan Bulu Palak selalu pergi mengembala setiap hari bersama temanya.
Pada suatu ketika, kira-kira pukul empat sore, mereka sudah  selesai memandikan kerbaunya, kemudian mereka duduk bercerita. Saat itu kebetulan hari pasar dan menurut kebiasaan di Tana Toraja bila hari pasar, anak-anak gembala biasa menadahkan tangan di pinggir jalan agar orang yang kembali dari pasar memberikan kue atau apa saja yang dapat dimakan sebagai oleh-oleh. Sementara, mereka duduk-duduk mengulurkan tangan, tangan kakaknya (Pengimburuan) tidak pernah mendapat bagian demikian juga teman-temannya yang lain, tidak ada orang yang memberinya. Lain halnya dengan Bulu Palak. Ia mendapat banyak kue dan barang lain pemberian orang yang pulang  dari pasar karena tangannya itu berbuluh.
Setiap orang yang memberikan sesuatu kepada Bulu Palak selalu berkata, “Berbahagialah anak ini karena berbulu tangannya, akan membawa rezeki yang baik bagi orang tua dan saudaranya.”
Ucapan orang banyak itu selalu disimpan dalam hati Pangimburuan bersama-teman-temannya yang lain. Kemudian, mereka kembali dan melaporkan hal yang sebaliknya kepada orang tuanya, yaitu bahwa menurut penyampaian semua orang yang pulang dari pasar, Bulu Palak akan membawa sial dan kemalangan. Mereka mengungkapkannya dengan cara sebagai berikut.
Penyebab kemalangan kampung
Mendatangkan sial bagi negeri
Pembawa kutukan orang tuanya
Penghambat bagi ayah bundanya
Setelah ayahnya mendengarakan kata-katanya itu dan sudah tersiar dalam masyarakat, masalah ini kemudian dibicarakanlah oleh seluruh anggota masyarakat, tetapi tidak ditemukan jalan keluarnya dan kesalahan Bulu Palak tidak dapat di buktikannya.
Pemuka masyarakat berusaha untuk mencari kesalahan Bulu Palak sehingga masalah ini sampai tiga kali dibicarakan. Ahirnya, diputuskanlah bahwa Bulu Palak akan dihukum atau dibunuh karena dia akan mendatangkan sial bagi seluruh masyarakat dan kehancuran bagi negeri ini. Dalam sidang adat ini diputuskan bahwa yang akan membunuhnya adalah ayahnya sendiri.
Setelah tiba saatnya Bulu Palak akan dibunuh oleh ayahnya Bulu Palak memintah kepada ayahnya supaya  jangan dibunuh di dalam rumah, tetapi ia menghendaki di tempat yang jauh dari rumahnya. Bulu Palak mohon supaya dia sendiri memutuskan waktu dan tempat pembunuhannya. Permintaan bulu palak dikabulkan ayahnya. Waktu tiba saatnya akan  dibunuh, Bulu Palak di bekali oleh ibunya oleh seekor ayam jantan sebagai warisannya.
Berangkatlah mereka ke tempat pembantaian dan ketika mendapatkan bukit, Bulu Palak selalu di tanya oleh ayahnya, tetapi Bulu Palak selalu menjawab “Bukan di sini ayah, masih agak jauh.” Lalu mereka meneruskan perjalananya dan Bulu Palak selalu menagis dalam perjalannya itu.
Setiap kali mereka mendapatkan bukit, Bulu Palak selalu ditanya oleh ayahnya, tetapi Bulu Palak selalu menjawab, “Bukan di sini ayah, masih agak jauh dari tempat ini,” katanya lalu ia menangis. Terakhir mereka mendapat penyembahan di situ terdapat banyak burung, dapat dikatakan bahwa di situ adalah tempat perkumpulan semua binatang.
Berkatalah Bulu Palak kepada ayahnya, “Disinilah ayah membunuhku, sekarang saya menyerahkan diri saya ini untuk dibunuh, lalukanlah kehendak ayah, dan saya mohon berikanlah kesempatan kepada saya untuk pergi menyimpan ayamku ini.”
Setelah Bulu Palak kembali menyimpan ayamnya, berkatalah ia kepada ayahnya, katanya, “Semuanya telah selesai, mungkin sudah ajalku,” lalu diserahkanlah lehernya kepada ayahnya dan kemudian ia dibunuh oleh ayahnya.
Bulu Palak telah meninggal. Mayatnya ditutupi oleh sarung ayahnya lalu ditinggalkan.
Setelah kematian Bulu Palak sudah berlalu tiga hari, tiga malam pergilah ayamnya mencari belalang sebagai makanannya, maka didapatilah ulat-ulat Bulu Palak berhamburan. Lalu ayam itu berkokok dan utuhlah kembali kepala Bulu Palak, sampai cukup tiga kali ayam itu berkokok, akhirnya utuhlah seluruh tubuh Bulu Palak, sama halnya dengan apa yang dikatakan orang tua-tua dahulu, bahwa setiap kejadian manusia yang ada di dalam rahim ibunya selalu kepalanya lebih dahulu yang tercipta.
Bulu Palak hidup kembali, dan sangat menyangi ayamnya. Pada suatu saat bertanyalah Bulu Palak kepada ayamnya, “Kita sudah hidup kembali tetapi tidak makanan yang dimakan. “Saat itu juga ayamnya pun berkokoklah yang bunyinya, “Datanglah makanan yang akan dimakan. “Maka semua makanan itu datanglah, setelah makanan sudah ada, ayam itu berkokok lagi maka terciptalah rumah dan lumbung padi.

 Setelah semuanya itu tersedia, baik makanan, rumah, maupun pakaian masih ada yang menjadi masalah yaitu hartanya selalu dimakan tikus. Putus asalah Bulu Palak menghadapi tantangan ini.
Pada suatu ketika Bulu Palak pergi berjalan-jalan. Ia mendapati seekor kucing sedang duduk-duduk di pinggir jalan. Bulu Palak bertanya kepadanya, “Mengapa engkau duduk saja di sini?”  kucing itu menjawab, “Saya menunggu-nunggu makanan, kalau ada yang lewat, saya makan,” bertanyalah Bulu Palak lagi kepadanya, “Apakah engkau ingin ikut denganku? Nanti kau makan apa yang kau kehendaki, asalkan engkau menjaga sawahku.” Segeralah kucing itu dibawah Bulu Palak sehingga dapatlah dikatakan semua keperluan telah tersedia.
Setiap hari orang selalu ramai menumbuk padi sebab Bulu Palak akan mengadakan pesta pengucapan syukur bahwa semua telah lengkap padanya.
Suatu ketika ibu Bulu Palak pergi mencari sayur-sayuran di suatu tempat yang tidak jauh dari rumah Bulu Palak. Di sana ia mendengar orang ramai menumbuk padi. Lalu pulanglah ia kerumahnya dan menyampaikan berita kepada suaminya bahwa ia mendengar orang menumbuk padi di tengah hutan.
Mereka bertiga (ibu, ayah, dan Pangimburuan) pergilah mendapatkan orang-orang yang sedang menumbuk padi itu. Lalu ayah Bulu Palak bertanya kepada orang-orang yang ada di situ, “Siapakah yang empunya yang ramai ini, bolehkah saya bertemu dengan rajanya?” dia dipersilahkan bertemu dengaan Bulu Palak, maka dilihatnyalah tangan Bulu Palak yang berbuluh itu. Segera ayahnya berkata bahwa, “Sekarang saya datang memohon maaf kepadamu sebab engkaulah dibicarakan dahulu akhirnya kau dibunuh dan saya sendiri yang membunuhmu. Sekarang saya datang bersama ibu dan kakakmu, Pangimburuan. Kami minta agar mulai dari ujung kuku sampai ke ujung rambut memohon dimaafkan.” Permohonan ayah ini diterima baik oleh Bulu Palak, dan persiapan mengadakan pesta keramaian dilanjutkan.
Bulu Palak bersama ibunya dan ayahnya serta kakaknya Pangimburuan tinggallah bersama-sama dalam rumah yang mewah dengan bahagianya.
Pada waktu pesta akan diakhiri maka Bulu Palak mengucapkan syukur kepada penghuni kerajaan Lepongan Bulan (Tana Toraja sekarang) dan berpesan,
Kucing itu leluhur harta
Sumber segala-galanya
Dia pemanggil kekayaan
Penarik segala sesuatu
Dari tempat sekarang sana
Pinggir laut sumber hujan.
Sampai di sinilah cerita Bulu Palak.